Sabtu, 17 Oktober 2015

MACAM-MACAM KELAINAN KONGENITAL PADA ANAK



            Penyakit kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh
faktor genetik maupun non-genetik. Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa saat setelah kelahiran bayi. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan kepribadian. Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan ini juga menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga, meliputi perasaan tertekan malu, rasa bersalah, serta perhatian dan pembiayaan yang lebih besar daripada anak yang lahir normal.
Kelahiran bayi dengan kelainan kongenital dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga terutama orangtua. Masalah yang sering terjadi berupa perasaan tertekan ataupun stres. Adapun cara yang dilakukan orangtua untuk mengatasi stres seperti berdoa dan bercerita dengan orang lain. RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011 dengan populasi semua anak yang menderita kelainan kongenital yaitu 250 anak seperti kelainan jantung (89 anak), atresia ani (86 anak), hischprung (55 anak), celah bibir (7 anak), hidrocepalus (19 anak). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik “accidental sampling”, dimana pengambilan sampel berdasarkan yang ditemui di lapangan dengan kriteria salah satu orangtua atau keduanya yang mempunyai anak dengan kelainan kongenital.

Beberapa kelainan kongenital yang dapat dijumpai di klinik yaitu:
a. Spina Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter





Gambar 1.1 Spina Bifida    

b. Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)
Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor non-genetik. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan kehilangan pendengaran.
 
                                                      Gambar 1.2 Labiopalatoskisis

c. Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS atau diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam rongga subaraknoid. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir. Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan nafsu makan, gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata, hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia.
    

                                                        Gambar 1.3 Hidrosefalus

d. Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.



           
                       
                                                           Gambar 1.4 Anensefalus

e. Omfalokel
          Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.






Gambar 1.5 Omfalokel

f. Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm.
Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.




           
           

                                                Gambar 1.6 Hernia Umbilikalis

g. Atresia Esofagus
Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai fistula trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi sesak napas, batuk, muntah, dan biru.



 





                                                     Gambar 1.7 Atresia Esofagus

h. Atresia dan Stenosis Duodenum
Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan selanjutnya berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen. Gangguan pertumbuhan inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas anularis. Pada pemeriksaan fisis tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.






           



Gambar 1.8 Atresia Duodenum

i. Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum
Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000 kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan intususepsi intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau stenosis.

j. Obstruksi pada Usus Besar
alah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah gangguan fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung Disease dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa hari atau bulan.

k. Atresia Ani
Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan struktur ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di bawah otot tersebut. Bila anus imperforata tidak disertai adanya fistula, maka tidak ada jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera dilakukan tindakan bedah.




              
     
                                                             Gambar 1.9 Atresia Ani
           
l. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Penyakit jantung bawaan ada beraneka ragam. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini, 80% meninggal dunia dalam tahun pertama, diantaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama dan separuhnya dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat eksogen atau endogen. Faktor eksogen terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat, pengaruh radiasi, dan sebagainya. Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat besar pengaruhnya terhadap diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen dapat dikemukakan pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian penyakit PJB kecil. Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB.





Sumber:
1.      Effendi. (2008). Buku Ajar Neonatologi, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
2.      Aini, Faturahmi. (2012). Skripsi Koping Ibu Post Partum Dengan Kelahiran Bayi Berat Lahir Rendah Di RSUD H. Adam Malik Medan. Fakultas Keperawatan USU.
3.      Aritonang, Mika V. (2008). Skripsi, Pengalaman Keluarga Dengan Anak Yang Menderita Penyakit Kronis. Fakultas Keperawatan USU
4.      Praptohardjo U. (1994). Diagnosis Prenatal. Dalam: Simposium Peran Genetika Dalam Pengembangan Kualitas Manusia. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia-Jawa Tengah. Semarang.
5.      Kadri N. (1991). Kelainan Kongenital. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta : Bagian Ilmu Anak FK. UI;240-60.
6.      Najir W. (1996). Kelainan Bawaan Janindi RSUD Dr.Sutomo. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
7.      Made Prabawa. (1998). Tesis. Kejadian Bayi Lahir Dengan Kelainan Kongenital.
8.      Indrasanto E, Effendi SH. (2006). Pendekatan Diagnosis Kelainan Bawaan Menurut Klasifikasi. European Registration of Congenital Anomalies (EUROCAT).
9.      Ardilla. (2012). Jurnal USU. Vol.1, No.1, 2012.

1 komentar:

  1. Casino Slot Machines NEAR ME - SegaCasino.com
    Explore Slot Machines NEAR ME - SegaCasino.com. Try your luck on our newest septcasino game, SEGA 바카라 Genesis® - 1xbet korean Free!

    BalasHapus