Penyakit
kelainan kongenital atau kelainan bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak
lahir yang dapat disebabkan oleh
faktor genetik maupun non-genetik.
Kadang-kadang suatu kelainan kongenital belum ditemukan atau belum terlihat
pada waktu bayi lahir, tetapi baru ditemukan beberapa saat setelah kelahiran
bayi. Selain itu, pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah defek
lahir, yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai gangguan tumbuh-kembang bayi
baru lahir, yang mencakup aspek fisis, intelektual dan kepribadian. Kelahiran
bayi dengan kelainan bawaan ini juga menimbulkan berbagai permasalahan dalam
keluarga, meliputi perasaan tertekan malu, rasa bersalah, serta perhatian dan
pembiayaan yang lebih besar daripada anak yang lahir normal.
Kelahiran bayi dengan kelainan
kongenital dapat menimbulkan berbagai permasalahan dalam keluarga terutama
orangtua. Masalah yang sering terjadi berupa perasaan tertekan ataupun stres.
Adapun cara yang dilakukan orangtua untuk mengatasi stres seperti berdoa dan
bercerita dengan orang lain. RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2011 dengan
populasi semua anak yang menderita kelainan kongenital yaitu 250 anak seperti
kelainan jantung (89 anak), atresia ani (86 anak), hischprung (55 anak), celah
bibir (7 anak), hidrocepalus (19 anak). Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik “accidental sampling”, dimana pengambilan
sampel berdasarkan yang ditemui di lapangan dengan kriteria salah satu orangtua
atau keduanya yang mempunyai anak dengan kelainan kongenital.
Beberapa kelainan kongenital yang dapat dijumpai di
klinik yaitu:
a. Spina
Bifida
Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu
celah pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini biasanya
disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau gangguan
fungsional yang merupakan akibat langsung spina bifida sendiri, yakni gangguan
neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan pertumbuhan tulang pada
tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter
Gambar 1.1 Spina
Bifida
b.
Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)
Labiopalatoskisis adalah kelainan
kongenital pada bibir dan langit-langit yang dapat terjadi secara terpisah atau
bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan atau penyatuan struktur fasial
embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi
akibat faktor non-genetik. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media,
dan kehilangan pendengaran.
Gambar 1.2
Labiopalatoskisis
c.
Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis
otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah
dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran
ventrikel dan dapat diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS atau diakibatkan
oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam rongga
subaraknoid. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai
pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran
kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir.
Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah, kehilangan
nafsu makan, gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan bola mata,
hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia.
Gambar
1.3 Hidrosefalus
d.
Anensefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana
sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan
suatu kelainan tabung saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang
menyebabkan kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah
satu gejala janin yang dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami
polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Jika bayi lahir
hidup, maka biasanya akan mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.
Gambar 1.4 Anensefalus
e.
Omfalokel
Omfalokel adalah kelainan yang berupa
protusi isi rongga perut ke luar dinding perut sekitar umbilicus, benjolan
terbungkus dalam suatu kantong. Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya
usus ke rongga perut dari posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang
terjadi dalam minggu keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang
kelainan ini bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya
sindrom down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus
saja sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.
Gambar 1.5 Omfalokel
f.
Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis berbeda dengan
omfalokel, yaitu kulit dan jaringan subkutis menutupi benjolan herniasi pada
defek tersebut, pada otot rektus abdominis ditemukan adanya celah. Hernia
umbilikalis bukanlah kelainan kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali
bila hiatus hernia cukup lebar dan lebih dari 5 cm.
Hernia
umbilikalis yang kecil tidak memerlukan penatalaksanaan khusus, umumnya akan
menutup sendiri dalam beberapa bulan sampai 3 tahun.
Gambar 1.6
Hernia Umbilikalis
g.
Atresia Esofagus
Dari segi anatomi, khususnya bila
dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya dengan organ sekitar, terdapat
bermacam-macam penampilan kelainan kongenital atresia esophagus, misalnya jenis
fistula trakeo-esofagus. Dari bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai
(lebih kurang 80%) adalah atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus
sedangkan bagian distalnya berhubungan dengan trakea sebagai fistula
trakeo-esofagus. Secara klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul
dan terus meleleh atau berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi
sesak napas, batuk, muntah, dan biru.
Gambar 1.7
Atresia Esofagus
h.
Atresia dan Stenosis Duodenum
Pada kehidupan janin, duodenum masih
bersifat solid, perkembangan selanjutnya berupa vakuolisasi secara progresif
sehingga terbentuklah lumen. Gangguan pertumbuhan inilah yang menyebabkan
terjadinya atresia atau stenosis duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas
anularis. Pada
pemeriksaan fisis tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena tidak
adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.
Gambar 1.8
Atresia Duodenum
i.
Atresia dan Stenosis Jejunum/ileum
Jenis kelainan kongenital ini merupakan
salah satu obstruksi usus yang sering dijumpai pada bayi baru lahir. Angka
kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000 kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus
halus diduga terjadi sejak kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan
vaskular mesenterika, dan intususepsi intrauterine. Sisa kejadian inilah yang
kemudian menyebabkan nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau
stenosis.
j. Obstruksi pada Usus Besar
alah satu obstruksi pada usus besar yang
agak sering dijumpai adalah gangguan fungsional pada otot usus besar yang
dikenal sebagai Hirschsprung Disease
dimana tidak dijumpai pleksus
auerbach dan pleksus
meisneri pada kolon. Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah
bayi berumur beberapa hari atau bulan.
k. Atresia Ani
Patofisiologi kelainan kongenital ini
disebabkan karena adanya kegagalan kompleks pertumbuhan septum urorektal,
struktur mesoderm lateralis, dan struktur ectoderm dalam pembentukan rektum dan
traktus urinarius bagian bawah. Secara klinis letak sumbatan dapat tinggi,
yaitu di atas muskulus levator ani, atau letak rendah di bawah otot tersebut.
Bila anus imperforata tidak disertai adanya fistula, maka tidak ada jalan ke
luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera dilakukan tindakan bedah.
Gambar 1.9 Atresia Ani
l. Penyakit Jantung Bawaan (PJB)
Penyakit jantung bawaan ada beraneka
ragam. Pada bayi yang lahir dengan kelainan ini, 80% meninggal dunia dalam
tahun pertama, diantaranya 1/3 meninggal pada minggu pertama dan separuhnya
dalam 1-2 bulan. Sebab PJB dapat bersifat eksogen atau endogen. Faktor eksogen
terjadi akibat adanya infeksi, pengaruh obat, pengaruh radiasi, dan sebagainya.
Pada periode organogenesis, faktor eksogen sangat besar pengaruhnya terhadap
diferensiasi jantung karena diferensiasi lengkap susunan jantung terjadi
sekitar kehamilan bulan kedua. Sebagai faktor endogen dapat dikemukakan
pengaruh faktor genetik, namun peranannya terhadap kejadian penyakit PJB kecil.
Dalam satu keturunan tidak selalu ditemukan adanya PJB.
Sumber:
1.
Effendi.
(2008). Buku Ajar Neonatologi, Edisi Pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
2.
Aini,
Faturahmi. (2012). Skripsi Koping Ibu Post Partum Dengan Kelahiran Bayi Berat
Lahir Rendah Di RSUD H. Adam Malik Medan. Fakultas Keperawatan USU.
3.
Aritonang,
Mika V. (2008). Skripsi, Pengalaman Keluarga Dengan Anak Yang Menderita
Penyakit Kronis. Fakultas Keperawatan USU
4.
Praptohardjo
U. (1994). Diagnosis Prenatal. Dalam: Simposium Peran Genetika Dalam
Pengembangan Kualitas Manusia. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia-Jawa
Tengah. Semarang.
5.
Kadri
N. (1991). Kelainan Kongenital. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta
: Bagian Ilmu Anak FK. UI;240-60.
6.
Najir
W. (1996). Kelainan Bawaan Janindi RSUD Dr.Sutomo. Surabaya : Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
7.
Made
Prabawa. (1998). Tesis. Kejadian Bayi Lahir Dengan Kelainan Kongenital.
8.
Indrasanto
E, Effendi SH. (2006). Pendekatan Diagnosis Kelainan Bawaan Menurut
Klasifikasi. European Registration of Congenital Anomalies (EUROCAT).
9.
Ardilla.
(2012). Jurnal USU. Vol.1, No.1, 2012.
Casino Slot Machines NEAR ME - SegaCasino.com
BalasHapusExplore Slot Machines NEAR ME - SegaCasino.com. Try your luck on our newest septcasino game, SEGA 바카라 Genesis® - 1xbet korean Free!